CONTOH ADVERSITY QUOTION DALAM KEHIDUPAN

Standar

          Jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Bakat) atau yang biasa kita kenal  dengan jalur undangan, adalah jalur untuk masuk perguruan tinggi yang diidamkan oleh siswa-siswi kelas 3 SMA. Hal ini dikarenakan kita tidak perlu menjalani rangkaian tes lagi. Hanya  dari nilai rapot saja yang diberikan pada masing-masing PTN tersebut.

         Saya termasuk yang diikutsertakan dalam jalur undangan tersebut. Nilai yang saya miliki pun bisa dikatakan baik dan kemungkinan lolos dalam jalur undangan.  Sikap optimis dan percaya diri untuk bisa diterima di kampus idaman, yaitu FMIPA ITB sepertinya akan menjadi kenyataan. Hasil prediksi  guru di sekolah dan salah satu bimbingan belajar menunjukkan hasil yang positif, yaitu  ada kemungkinan lolos dalam jalur undangan ini. Hal tersebut semakin membuat saya semangat dan pastinya semakin memperkuat doa, semoga saya bisa lolos ke ITB. Terkadang saya selalu bertanya pada ibu saya, bagaimana jika saya tidak diterima di ITB? Apa yang harus saya lakukan? Apakah orangtua saya akan kecewa dengan saya? Karena saat itu, ayah lah yang menginginkan saya untuk bisa berkuliah di ITB. Namun, saat itu ibu saya hanya berkata, “ Mintalah pada Allah SWT, ganti kata-kata doamu. Jangan minta semoga masuk ITB, tapi ya Allah berikanlah yang terbaik,”.

          Waktu demi waktu berlalu. Tak terasa pengumuman jalur undangan akan segera tiba. Rasa penasaran, cemas, dan takut pun  terus menghantui. Hasil apa yang saya terima. Lolos? atau Tidak? Teringat kata- kata ibu saya, yang menyuruh saya untuk merubah kata dalam doa saya. Sekarang saya sudah pasrah dan menyerahkan pada Allah, apa hasil yang saya dapat saya selalu meminta yang terbaik. Terbaik menurut kita belum tentu yang terbaik menurut Allah tapi terbaik menurut Allah pasti terbaik bagi kita karena Allah lah yang menciptakan kita dan sudah menakdirkan yang terbaik untuk kita.

           Singkat cerita, hasil pengumuman tiba. Ada yang bersuka cita karena diterima di pilihannya dan ada juga yang berduka cita karena belum jodoh dengan kampus idamannya. Banyak teman saya yang mulai menanyakan bagaimana hasil yang saya dapat. Saya takut. Saya masih belum berani untuk mengetahui hasilnya, kebetulan saat itu pengumumannya  secara online. Tapi saya tidak mungkin terus-menerus takut dan lari dari kenyataan. Saya harus tau, bagaimana hasilnya.

            Akhirnya saya membuka link hasil penyeleksian jalur undangan tersebut. Hasilnya ternyata saya tidak lolos dalam jalur undangan.  Saat itu lutut saya langsung lemas. Jantung saya berdegup kencang. Saya tidak bisa berpikir dan berkata apa –apa. Secara otomatis air mata saya keluar. Saya tidak bisa menahannya. Rasa sedih, takut, dan tidak tahu bagaimana caranya untuk memberi tahu hasil ini pada orangtua saya, terutama pada ayah saya. Saya takut. Saya kecewa dengan diri saya sendiri, mengapa saya gagal. Di tengah kesedihan yang terus menyelimuti, perkataan ibu saya waktu itu tiba-tiba terlintas di pikiran saya. Mungkin ini yang terbaik bagi saya.

              Jujur, setelah pengumuan itu saya sangat down. Sempat gairah semangat untuk belajar dan melanjutkan ke perguruan tinggi itu menurun. Jarak dari pengumuman hasil jalur undangan dan seleksi jalur SBMPTN sangat dekat. Kurang lebih dua minggu. Dalam waktu dua minggu dengan materi yang lebih susah dan lebih banyak, dengan jatah penerimaan mahasiswa yang lebih sedikit, membuat saya sedikit tertekan dan tidak tahu harus bagaimana.

               Tapi saya tidak boleh terlarut dalam kesedihan. Saya harus bisa melewati tantangan ini. Saya harus lulus dalam ujian ini. Jika saya tidak bisa menghadapi tantangan dan kalah sebelum berperang, itu sama saja saya lebih menyakiti dan membuat kecewa kedua orangtua saya. Maka dengan sisa waktu yang ada, saya maksimalkan belajar untuk menghadapi tes SBMPTN tersebut. Belajar dengan serius dan selalu berdoa semoga saya bisa kuliah di tahun ini. Jangan sampai saya menganggur dulu dan mengulang tahun depan karena banyak kerugian baik  berupa waktu, tenaga, pikiran, uang dan yang lainnya.

               Singkat cerita, dengan perjuangan yang tidak mudah, dengan doa yang tulus dari hati dan doa orangtua yang selalu menyertai, akhirnya saya lolos jalur SBMPTN ke UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS KEPERAWATAN. Alhamdulillah mungkin inilah jawaban doa selama ini. Menurut Allah inilah yang cocok untuk saya. Inilah yang terbaik untuk saya yaitu menjadi perawat yang profesional untuk bisa mengabdi pada masyarakat.

                 Itulah kisah saya, awal keterpurukan saya tidak diterimanya di jalur undangan yang sempat membuat saya kehilangan semangat. Namun, mengingat perjalanan hidup saya yang masih panjang, masih banyak cita-cita yang ingin saya capai, masih banyak yang harus saya lakukan, maka saya harus siap dalam menghadapi tantangan yang Allah berikan. Saya harus bisa melawan kondisi keterpurukan tersebut. Saya harus bangkit dan saya harus terus berjuang, sesulit apapun itu karena kesuksesan butuh perjuangan.

Terimakasih 🙂

Image

DIMENSI – DIMENSI ADVERSITY QUOTION

Standar

               Rendah tingginya AQ seseorang dapat ditentukan dalam beberapa dimensi. Ada empat dimensi yang dapat menghasilkan kemampaun adversity quotion. Ke-empat dimensi ini biasa dikenal atau disingkat dengan CO2RE. Kepanjangan dari apa CO2RE itu ? Kata itu kepanjangan dari Control, Origin and Ownership, Reach, Endurance. Berikut penjelasannya :

  1. Control /  Kendali

          Kendali berkaitan dengan bagaimana orang tersebut dapat mengendalikan dirinya dengan masalah yang ia hadapi. Semakin tinggi kendali dari orang tersebut maka dia akan bertahan dan mampu mengendalikan masalahnya, sebaliknya semakin rendah kendali yang dimiliki maka orang tersebut tidak berdaya mengendalikan masalah yang ada dan akan mudah menyerah.

   2.  Origin and Ownership (O2)

“Siapa atau apa yang menjadi asal-usul kesulitan?” 

“Sampai sejauh manakah seseorang mampu mengakui akibat kesulitan itu?”

        Orang dengan O2 yang rendah cenderung selalu menyalahkan dirinya sendiri, memberi label negatif atas ketidakmampuan dirinya menghadapi kesulitan. Akibatnya orang tersebut menjadi lumpuh oleh rasa bersalah berlebihan tapi dia tidak dapat melakukan apapun.  Sedangkan orang dengan O2 tinggi melakukan perbaikan terus menerus, tetap gembira dan penyesalan sewajarnya (origin) dan akan lebih fokus pada tindakan untuk meningkatkan tanggung jawab (ownership).

 

3.   Reach / Jangkauan

          Reach berarti suatu jangkauan, sejauh mana kesulitan itu akan menjangkau sisi lain dari kehidupan orang tersebut. Semakin tinggi jangkauan seseorang, semakin besar kemungkinannya dalam merespon kesulitan dan lebih berfokus pada masalah yang ia hadapi. Orang dengan AQ rendah akan memposisikan dirinya sebagai orang yang mengalami ketidakmampuan membatasi jangkauan masalah atas peristiwa yang sedang dihadapi.

 4. Endurance/ Ketahanan

            Endurance atau daya tahan akan menimbulkan persepsi buruk atau baik terhadap masalah yang dihadapi. Pertanyaan yang sering muncul :

Berapa lamakah kesulitan akan berlangsung?

“Berapa lamakah penyebab kesulitan akan berlangsung?”

             Orang yang memiliki endurance tinggi memiliki sikap optimis terhadap masalah yang dihadapi, selalu merespon kesulitan dan penyebabnya sebagai sesuatu yang bersifat sementara, cepat berlalu dan kecil kemungkinan terjadi lagi, sebaliknya orang yang memiliki tingkat endurance rendah cenderung bersikap pesimis dan menganggap masalah yang ada bersifat abadi dan sulit untuk diperbaiki.

 

SUMBER

Stoltz, P. G. (2000). Adversity Quotient, mengubah hambatan menjadi peluang. Jakarta: Grasindo.

HAL YANG MENGHAMBAT ADVERSITY QUOTION (AQ)

Standar

Image

                    Ada tiga hal yang dapat menghambat adversity quotion, yaitu :

  1. Ketidakberdayaan yang Dipelajari

                 Mereka yang tidak bisa dan tidak mau berusaha untuk menghadapi masalah tersebut, suatu saat ketika diberi masalah yang sama atau yang lebih mudah sekalipun mereka cenderung tidak bisa menyelesaikannya, sebaliknya mereka yang selalu mencoba untuk mengerjakan sesuatu sampai tuntas akan cenderung lebih mudah untuk menyelesaikan hal lainnya yang lebih berat .

     2. Memupuk Rasa Tidak Berdaya dalam Orang lain.

                   Rasa tidak berdaya ditanamkan ketika kita berada di fase awal anak-anak. Seorang anak yang dibiarkan untuk tidak melakukan sesuatu atau istilahnya mereka suka di manja, anak tersebut cenderung tidak bisa menghadapi tantangan seorang diri. Contoh lain, pimpinan yang tidak mau mendengarkan ide dan pendapat karyawannya, akan mematikan kreatifitas karyawan tersebut. Contoh-contoh di atas dapat memupuk rasa ketidakberdayaan di masing-masing individu tersebut.

     3. Imun dari Rasa Tidak Berdaya

                     Penanaman daya juang, kerja keras, dan mandiri sejak kecil akan berdampak baik bagi perkembangan anak tersebut. Mereka yang sudah dikenalkan dengan hal-hal tersebut  akan tumbuh menjadi manusia yang selalu berusaha, tidak mudah menyerah, dan selalu bangkit jika mendapat masalah. Berbeda dengan mereka yang tidak ditanamkan dari semasa kecilnya. Mereka cenderung hidup manja dan ketika dihadapkan pada suatu masalah yang tidak biasa mereka hadapi, mereka akan mudah menyerah dan pesimis.  Sehingga mereka cenderung tidak siap dalam menghadapi permasalahan yang ada di kehidupan nanti. 

 

               

TIPE KEPRIBADIAN ADVERSITY QUOTION (AQ)

Standar

 ImageTIPE APAKAH SAYA ?

Ada tiga macam karakter manusia berdasarkan tingkat adversity quotionnya, diantaranya :

  1. Quitters

Image

            Mereka yang berhenti. Seseorang yang memilih untuk keluar,mundur dan berhenti apabila menghadapi kesulitan. Orang – orang  jenis ini diibaratkan berhenti di tengah proses pendakian, gampang putus asa, dan menyerah. Mereka merasa tidak  mampu untuk mencapai puncak gunung. Mereka menolak untuk merasakan pesona keindahan yang diberikan ketika mereka tiba di puncak gunung. Dalam kehidupan nyata, puncak gunung ini adalah lambang dari kesuksesan. Mereka menolak menerima tawaran keberhasilan yang disertai dengan tantangan dan rintangan.

Para quitters cukup puas dengan pemenuhan kebutuhan dasar atau fisiologis saja dan cenderung  pasif. Orang yang seperti ini akan banyak kehilangan kesempatan berharga dalam kehidupannya.

Ciri – ciri tipe Quitters :

  • Memilih untuk keluar, menghindari kewajiban, mundur dan berhenti.
  • Menolak kesempatan yang diberikan lingkungan.
  • Murung, sinis, dan mudah menyalahkan orang lain serta membenci orang-orang yang lebih maju dan berkembang.
  • Sering menggunakan kata-kata yang membatasi diri seperti “tidak dapat”, “tidak mau”, “mustahil”, “tidak mungkin”, “saya tidak mau” dsb.

 

   2. Campers

Image

      Campers atau satis-ficer (dari kata satisfied = puas dan suffice = mencukupi). Golongan ini puas hanya dengan mencukupkan diri dan tidak mau mengembangkan diri. Mereka cenderung  takut dan hanya mencari keamanan dan kenyamanan. Dalam pendakian tipe campers ini adalah orang – orang yang mulai mendaki, tak lama kemudian mereka berkataSampai sini saja lalu mereka turun dan beristirahat di camp. Dalam kehidupan nyata, campers ini telah menghadapi kesulitan tersebut namun mereka memilih berhenti meskipun masih ada kesempatan untuk lebih berkembang lagi.

Ciri- ciri tipe Campers :

  • Cukup senang dengan sesuatu yang telah diusahakannya.
  • Melepaskan kesempatan untuk maju yang sebenarnya masih dapat dicapai.
  • Tidak mau mencari peluang dan lebih merasa puas dengan apa yg sudah diperoleh.
  • Lebih menyukai hal-hal yang tidak beresiko tinggi.
  • Karena bosan, mereka menghindari cobaan.
  • Biasa menggunakan kata-kata: ini cukup bagus, kita hanya perlu sampai di sini, dsb.

3. Climbers

Image

             Climbers (pendaki) mereka yang selalu optimis, selalu melihat peluang diantara celah, melihat setitik harapan di balik keputusasaan dan selalu bergairah untuk maju. Hal-hal kecil yang dianggap sepele, bagi para Climbers hal tersebut mampu dijadikannya sebagai cahaya pencerah kesuksesan.

            Climbers adalah tipe manusia yang berjuang seumur hidup, tidak peduli sebesar apapun kesulitan yang datang.  Climbers tidak dikendalikan oleh lingkungan, tetapi dengan berbagai kreatifitasnya mereka berusaha mengendalikan lingkungannya. Climbers akan selalu memikirkan berbagai alternatif permasalahan dan menganggap kesulitan dan rintangan yang ada justru menjadi peluang untuk lebih maju, berkembang, dan mempelajari lebih banyak lagi tentang kesulitan hidup. Tipe climbers ini diibaratkan pendaki yang terus maju, terus mendaki walaupun angin, batu, debu dan lainnya menghambat.

  Ciri – ciri tipe Climbers :

  • Pemikir yang selalu memikirkan “peluang… peluang”
  • Selalu siap menghadapi tantangan.
  • Percaya diri.
  • Memahami tujuan hidupnya.
  • Mereka tidak menyesali ketidakberhasilan.
  • Mereka pembelajar seumur hidup.
  • Dapat diandalkan untuk membuat suatu perubahan.
  • Biasa menggunakan kata-kata: “selalu ada jalan”, “ayo..kita kerjakan”, “sekarang saatnya untuk bertindak”.

Itulah tipe-tipe kepribadian berdasarkan tingkat Adversity Quotion. Sekarang tinggal dari kitanya saja, yang ingin menjadi kepribadian seperti apa. Apakah menjadi Quitters yang selalu putus asa dan tidak mau berjuang, apakah menjadi Campers yang tidak mau mengambil resiko yang tinggi, apakah menjadi Climbers yang senantiasa berjuang keras dalam mencapai kesuksesannya? Raih suksesmu, gunakan kesempatan yang ada karena kita generasi muda yang masih banyak harapan untuk mencapai kesuksesan.

Terimakasih 🙂

Sumber :

Yosep, Iyus & Ai Mardhiyah.(2010). Spirit & Soft Skill of Nursing Entrepreneur.  Bandung: Refika Aditama

ADVERSITY QUOTION ( Faktor – faktor pembentuk AQ )

Standar

Image

Dalam kehidupan ini tantangan pasti sering kita hadapi. Semakin tinggi dan semakin banyak hal yang kita lalui, tantangan pun semakin berat dan rumit. Untuk itu kita harus siap dan memiliki kemampuan dalam menghadapi tantangan yang ada. Kemampuan dalam menghadapi tantangan  ini dikenal dengan Adversity Quotion atau kesiapan dalam menghadapi tantangan.

Adversity Quotion menurut bahasa, kata adversity berasal dari bahasa Inggris yang berarti kegagalan atau kemalangan (Echols & Shadily, 1993: 14). Sedangkan dalam bahasa Indonesia bermakna kesulitan atau kemalangan, sehingga dapat diartikan bahwa adversity sebagai suatu kondisi ketidakbahagiaan, kesulitan, atau ketidakberuntungan.

                   Adversity Quotion atau bisa kita singkat AQ, adalah suatu keadaan bagaimana kita merespon kehidupan,  khususnya hal-hal atau keadaan yang berat.  Kemampuan untuk dapat bertahan dalam menghadapi kesulitan sampai menemukan jalan keluar, memecahkan berbagai masalah, mengurangi hambatan dan rintangan dengan mengubah cara berfikir dan sikap terhadap kesulitan tersebut.

Faktor – faktor Pembentuk Adversity Quotion

Ada beberapa faktor yang dapat membentuk Adversity Quotion, diantaranya :

a.      Daya saing

Keminiman daya saing membuat kita kehilangan kemampuan AQ. Semakin tidak adanya daya saing, semakin kita tidak bisa memanfaatkan kemampuan kita untuk menciptakan peluang dalam kesulitan yang dihadapi.

b.      Motivasi

Orang yang memiliki motivasi kuat mampu menciptakan peluang dalam keadaan sulit sekalipun. Mereka akan terus berupaya dan melewati tantangan dengan mengerahkan segenap kemampuan mereka. Secerdas dan sehebat apapun kita, kemampuan untuk menghadapi tantangan tersebut tidak akan optimal apabila kita tidak bisa memotivasi diri.

c.       Mengambil resiko

Seseorang yang mempunyai adversity quotion tinggi lebih berani mengambil resiko dari tindakan yang dilakukan.

d.      Ketekunan

Seseorang yang merespon kesulitan dengan baik akan senantiasa  bertahan dan terus mencoba untuk bisa melewati kesulitan tersebut.

e.       Perbaikan

Orang ber-AQ tinggi selalu berupaya untuk mengatasi kesulitan dengan langkah konkrit, yaitu dengan melakukan perbaikan-perbaikan sehingga kesulitan tersebut tidak merambat ke hal-hal yang lain dan selalu melakukan perbaikan agar tidak terjatuh ke dalam masalah yang sama.

f.       Belajar

Orang yang Ber-AQ tinggi, selalu merespon masalah secara optimis sehingga mereka akan banyak belajar dan lebih berprestasi dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki pola pesimistis.

 

SUMBER

Shohib, Muhammad. 2013. Adversity quotient dengan minat Entrepeneurship . Jurnal psikologi, 01, 2301- 8267